
Pada 19 Desember 2019, kapal ikan China masuk ke perairan Natuna, yang merupakan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Kepala Bakamla, Laksdya TNI Achmad Taufiqoerrochman, bahkan menyebut sejak 10 Desember 2019, pihaknya sudah memantau kapal tersebut yang diduga akan masuk ke wilayah Indonesia.
Dalam pengawasan di wilayah itu terdeteksi 30 kapal ikan asing yang tengah beroperasi di wilayah kedaulatan NKRI dengan dikawal oleh tiga kapal coast guard milik Tiongkok.
"Maka kita gerakkan kapal-kapal kita ke sana dan memang diperkirakan tanggal 17 mereka masuk, ternyata mereka masuk tanggal 19. Kita temukan kita usir. Tapi tanggal 24 dia kembali lagi. Kita tetap hadir di sana," kata Achmad.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia di perairan Natuna.
"Tak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia," kata juru bicara Kepresidenan, Fadjroel Rachman, mengulang kata Presiden Joko Widodo, Sabtu (4/1/2019).
Fadjroel menyebut, berdasarkan arahan Presiden, pemerintah Indonesia bersikap tegas sekaligus memprioritaskan usaha diplomatik damai dalam menangani konflik di perairan Natuna.
"Negara mempertahankan kedaulatan dan memprioritaskan usaha diplomatik damai untuk menyelesaikan konflik," ujar dia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sendiri telah memanggil Dubes China di Indonesia untuk menyampaikan protes keras soal peristiwa ini.
"Kemlu telah memanggil Dubes RRT di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," demikian pernyataan dari Kemlu RI yang disampaikan ke awak media, Senin (30/12/2019).
Pemerintah turut mengingatkan bahwa garis ZEE Indonesia ditetapkan berdasarkan UNCLOS.
UNCLOS, United Nations Convention on the Law of the Sea atau biasa disebut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut merupakan perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi PBB tentang hukum laut ketiga yang berlangsung dari tahun 1973 hingga 1982.
China, sebagai negara yang menjadi bagian dari UNCLOS diminta oleh pihak RI untuk menghormati serta mematuhi segala kesepakatan dan perjanjian yang telah diketahui bersama.
Dari hasil rapat tersebut juga, pemerintah RI menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan RRT. Artinya, Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash-line RRT karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan apa yang telah diputuskan oleh UNCLOS di Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016.
Sejatinya, RRT merupakan salah satu mitra strategis Indonesia di kawasan ini dan sudah menjadi kewajiban bagi kedua belah pihak untuk terus meningkatkan hubungan yang saling menghormati dan membangun kerjasama yang saling menguntungkan.
Setelah menerima panggilan dari Kementerian RI, Dubes RRT mencatat berbagai hal yang disampaikan dan akan segera melaporkan ke Beijing.
Kedua pihak sepakat untuk terus menjaga hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia.
Terkait masalah kapal asing yang masuk ke Natuna secara ilegal, Kemlu akan terus lakukan koordinasi erat dengan TNI, KKP dan Bakamla guna memastikan tegaknya hukum di ZEE Indonesia.
Tidak ada komentar:
Write komentarCatatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.